Pengantar dan Sejarah Hukum Pidana

PENGANTAR HUKUM PIDANA

Hukum pidana (secara umum) adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatannya diancam dengan hukuman yang berupa penderitaan.

Pelanggaran adalah tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan mengenai perbuatan yang kecil atau tingan sehingga diancam dengan hukuman yang juga ringan.

Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan mengenai perbuatan yang berat sehingga diancam dengan hukuman yang juga berat. Contoh: pencurian, pembunuhan.

Kepentingan umum adalah kepentingan badan dan peraturan-peraturan perundang-undangan negara seperti perbuatan-perbuatan terhadap negara, perlengkapan-perlengkapan negara, pejabat-pejabat negara, pegawai negeri, undang-undang, PP, dsb.

Kepentingan umum adalah kepentingan hukum setiap manusia, seperti perbuatan-perbuatan terhadap jiwa manusia, raga manusia (penganiayaan), kemerdekaan seseorang (penculikan, penyekapan), kehormatan seseorang (penghinaan), harta benda seseorang (pencurian).

Aturan-aturan hukum pidana tidak hanya ada pada kitab undang-undang hukum pidanan tetapi ada pada peraturan UU lain diluar KUHPidana yang sanksinya adalah sanksi pidana.

Keistimewaan hukum pidana adalah terletak pada sifatnya yang keras oleh karena itu dikeluarkan ultimatum reminum : tidakan terakhir dari negara supaya orang mau matuhi kecuali yang ada di dalam KUH Pidana.

Menurut pasal 10 KUH pidana, hukuman pidana terdiri dari :

1.  Pidana pokok/utama

  1. Pidana mati
  2. Pidana penjara (seumur hidup maupun selama waktu tertentu)
  3. Pidana kurungan (dibawah satu tahun)
  4. Pidana denda

2.  Pidana tambahan

  1. Pencabutan hak-hak tertentu, misalnya dijatuhi pidana penjara selama 16 tahun dan dicabut haknya sebagai PNS
  2. Perampasa/penyitaan barang-barang tertentu, misalnya seluruh harta benda yang diduga berasal dari korupsi disita

Hukuman tambahan tidak bisa dijatuhkan sendiri (harus ada hukuman pokoknya)

Sejarah HUKUM PIDANA

Berasal dari wetboek/WB. Mulai berlaku 1 Januari 1918 berlaku untuk semua golongan penduduk Indonesia, merupakan hukum yang sudah unifikasi. Berbeda dengan hukum perdata yang masih pluralisasi.

KUHP yang sekarang berlaku sebagai hukum objektif. Sekarang isi dan jiwanya sudah disesuaikan dengan keperluan dan keadaan nasional Negara Indonesia. Penyesuaian isi dan jiwa didasarkan oleh UU No. 1 1946.

Sistematika KUH Pidana, terdiri dari tiga buku :

  • Buku 1

ü  Tentang aturan umum, dimuat asas-asas dan pengertian hukum yang berlaku umum. Artinya disamping berlaku bagi KUHP sendiri juga berlaku bagi semua hukum pidana diluar KUHP.

ü  Terdiri dari beberapa bab/titel. Setiap bab terdiri dari psal-pasal. Setiap pasal terdiri dari ayat-ayat. Terdiri dari 9 bab.

  • Buku 2, tentang kejahatan. Terdiri dari 3 bab. Setiap bab terdiri dari pasal-pasal dan ayat-ayat.
  • Buku 3, tentang pelanggaran. Terdiri dari 9 bab.

Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif

Hk. Pidana Objektif : semua peraturan-peraturan yang memuat perintah-perintah/larangan-larangan yang disertai dengan ancaman hukuman bagi setiap pelanggarnya.

Hk. Pidana Objektif terdiri atas:

  • Hukum pidana materiil, yaitu peraturan-peraturan/merumuskan tentang perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, hukuman apa yang dapat diterapkan. Hukum pidana materiil mengatur tentang syarat-syarat seseorang untuk dapat dihukum. HP Materiil terbagi menjadi :
    • H.P.M. Khusus : hanya berlaku untuk orang-orang tertentu/tindak pidana tertentu/perbuatan tertentu.
    • H. P. M. Umum : hukum materiil yang tercakup dalam KUHP merupakan hukum pidana umum (berlaku bagi siapa saja).

Menurut POMPE, hukum pidana khusus memuat ketentuan-ketentuan dan asas-asas yang berbeda, yang menyimpang, berlawanan dari asas-asas yang tercantum dalam hukum pidana umum. Misalnya : hukum pidana militer, hukum pidana subversif, hukum pidana ekonomi, dan hukum pidana korupsi.

  • Hukum pidana formil (hukum acara pidana), yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan/mempertahankan dan menegakkan hukum pidana materiil. Hukum acara pidana diatur dalam HIR diperbaharui menjadi RIB lalu menjadi KUHAP.

Hk. Pidana Subyetif : adalah hak negara/alat-alat negara untuk menghukum seseorang berdasarkan hukum pidana objektif karena tidak dibenarkan orang untuk bertindak sendiri/main hakim sendiri, sehingga harus menyerahkan si pelaku kepada alat negara. Huku pidana obyektif pada hakikatnya membatasi hak negara tidak boleh menghukum seseorang apabila hukum objektifnya belum ada.

Asas  berlakunya hukum pidana berkaitan dengan tempat., diatur dalam pasal 2 s.d. pasal 9 KUHP. Ada beberapa asas :

1.  Asas territorial/asas daerah

Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia berlaku terhadap siapapun juga yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah negara Indonesia. Titik beratnya ada pada dimana tindak pidana itu dilakukan.

Yang termasuk wilayah kekuasaan hukum pidana itu selain daerah daratan, lautan, udara yang ada diatasnya, juga kapal-kapal yang memakai bendera Indonesia. Tidak berlaku bagi orang-orang yang mempunyai hak eksteritorial seperti kepala negara asing yang sedang berkunjung, wakil organisasi internasional, kedutaan besar, orang-orang yang mempunyai kekebalan hukum seperti anggota parlemen. Pengertian kekebalan hukum ini yaitu orang tersebut akan diproses oleh hukum yang ada di negaranya, tidak diproses oleh hukum yang ada di Indonesia (dimana orang tersebut melakukan kejahatan).

2.  Asas nasional aktif/asas persoonalite

Ada pada pasal 5 dan 6 KUH Pidana. Aturan-aturan hukum pidana Indonesia berlaku juga terhadap warga negara Indonesia yang melakukan tidak pidana di luar negeri. Ketentuan yang ada di Indonesia mengikuti warga negaranya dimanapun dia berada.

3.  Asas nasional pasif

Ada pada pasal 4 dan 8 KUH Pidana. Berdasarkan kepentingan hukum negara yang dilanggar. Oleh karena itu asas ini juga disebut asas perlindungan, melindungi kepentingan hukum suatu negara. Berdasarkan asas ini UU Hukum Pidana Indonesia dapat melakukan penuntutan terhadap siapapun yang melakukan tindak pidana di luar negeri (untuk orang asing)/perbuatan itu merugikan kepentingan hukum negara Indonesia.

Perbuatan yang merugikan kepentingan negara, misalnya memalsukan mata uang, materai, lambang negara. Siapapun yang melakukannya walaupun diluar negeri maka dia dapat dihukum di Indonesia, diadili sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

4.  Asas universal

Menentukan bahwa Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia dapat diberlakukan pada tindak pidana/perbuatan jahat yang dapat merugikan keselamatan dunia internasional. Perbuatan tersebut terjadi di daerah tak bertuan, misalnya lautan bebas (ex. Selat malaka), daerah yang setelah diukur 12 mil dari pantai surut. Kesimpulannya, ketentuan Undang-Undang Hukum pidana Indonesia mempunyai kekuasaan yang luas baik di dalam maupun di luar negeri.

Untuk dapat menuntut orang-orng yang melakukan tindak pidana di luar negeri, terlebih dahulu tentu si pelaku diserahkan ke negara yang bersangkutan (mis. Indonesia). Penyerahan pelaku tindak pidana ini dapat dilakukan apabila sudah ada perjanjian ekstradisi (penyerahan) antara negara Indonesia dengan negara yang bersangkutan. Baru setelah itu pemerintah Indonesia mengirimkan surat penyerahan pelaku ke Indonesia. Perjanjian ekstradisi dilakukan melalui hubungan/saluran diplomatic melalui duta besar dari dua negara.

Leave a comment